
Saya melihat temen-temen PKS sering terlena pada kemenangan Pilkada dan terjebak pada hitungan angka-angka dalam prosentase. Padahal kemenangan pilkada tidak selamanya berbangding lurus dengan kemenangan dakwah.
Seperti telah diberitakan, sejauh ini PKS telah memenangkan 7 dari 32 Pilkada tingkat provinsi dan hampir 40 persen pilkada di seluruh Indonesia (baik koalisi maupun mandiri). Sebuah kemenangan politik, yang masih perlu diskusi panjang (terutama dengan saya) untuk menyebutnya sebagai kemenangan dakwah. Saya membedakan dua terminogi ini,meski politik adalah bagian dari dakwah;
1) Kemenangan Politik, ketika masyarakat dalam sebuah daerah secara dominan menurut UU pemilu memilih calon yang diusung PKS (bisa kader atau incumbent) dengan berbagai alasan mereka masing-masing (calonnya shalih, professional, bersih, peduli, satu keluarga, satu marga, satu suku, kasih sembako, dll), meskipun mereka tidak faham esensi syariat. Kemenangan ini lebih disebabkan karena kecerdasan PKS dalam mengangkat isu dan strategi kampanyenya.
2) Kemenangan dakwah, ketika pemilih (masyarakat) secara sadar faham dengan apa yang sejatinya diperjuangkan oleh idealnya sebuah partai Islam (tegaknya risalah Nabi), kemudian bersedia diatur seluruh peri kehidupannya berdasarkan syariat Islam. Inilah yang kemudian disebut futuh.
Kemenangan dakwah yang sebenarnya lebih tercermin pada peristiwa fathu makkah, di mana penduduk Mekkah berbondong-bondong menerima Islam sebagai dien mereka, bukan sekedar agama. Bukan pula karena figur Muhammad semata, atau tentaranya. Inilah kemenangan dakwah. Bukan kemenangan politik seperti kemenangan Rasululah pada perang-perang sebelum fathu makkah, yang berakhir dengan kematian musuh-musuh Islam. Kemengan ini tidak menjadikan kaum kafir Quraisy menerima dakwah Nabi SAW.
Trend kemenangan PKS selama ini adalah kemenangan politik. Maka jangan heran ketika Depok dan daerah lainnya dikuasai PKS, perubahan itu tak kunjung dirasakan masyarakat.Lalu apa yang salah?AKP Turki, Sebuah Pelajaran Berharga untuk PKS
AKP memang berhasil meraih mayoritas suara rakyat Turki sehingga bisa menguasai parlemen dan menjadikan cabinet pemerintah Turki 100% dari AKP. AKP bisa menyelenggarakan system birokrasi yang bersih dan professional, serta berhasil meningkatkan pendapatan perkapita penduduk tiga kali lipat dari tahun 1996.
Namun perlu dicatat bahwa kemenangan ini adalah kemenangan politik. Kemenangan yang tidak serta merta menjadikan masyarakat Turki Islami. Daerah wisata pantai Anatholia, tari perut, prostitusi dan minuman keras masih menjadi primadona masyarakanya. Bahkan, sampai sekarang, jilbab masih dilarang dikenakan di sekolah-sekolah dan institusi pemerintah Turki.Sebagian besar masyarakat Turki memilih AKP dan mendukung pemerintahannya adalah karena misi dan solusi pembangunan ekonomi AKP yang berhasil mengubah perekonomian Turki. Mereka memilih bukan karena ideology AKP yang berafilisi ke Islam, mereka memilih karena pertimbangan materi.
Artinya, basis massa AKP adalah massa cair yang suatu saat bisa pindah haluan. Hari ini mereka bisa mendukung AKP, esok mereka bisa berubah haluan memusuhi AKP terutama jika AKP pada suatu saat mengecewakan rakyat Turki dalam ekonomi. Sebuah loyalitas yang fluktuatif. Sebuah kesetiaan yang tidak dibangun berdasarkan konsep ideologis seperti ini adalah rentan. Seberapapun besar keberhasilan AKP dalam Ekonomi tidak serta menjadikan masyakat Turki sadar akan dien-nya.
Tidak seperti ini gambaran umat yang dibangun Rasul.Jika diserukan jihad misalnya, maka belum tentu mereka mau melakukannya. Tegaknya khilafah –seperti diskusi kita minggu lalu– memerlukan perangkat jihad. Jadi, Turki yang diharapkan menjadi gerbang bagi terbukanya Eropa untuk Islam masih jauh.
Syaikh Yusuf Qaradhawi berkata, di antara prioritas penting menurut syariat adalah mendahulukan kualitas daripada kuantitas. Ukuran syariat bukanlah jumlah yang banyak dan besarnya bentuk, akan tetapi kualitas dan tata cara yang ditempuh dalam beribadah. Quran mencela kelompok mayoritas jika para anggotanya terdiri dari orang-orang yang tidak berakal, tidak berilmu, tidak beriman atau tidak bersyukur.Hal ini seyogyanya menjadi pelajaran bagi PKS. Jika PKS mengusung tarbiyah, seharusnya ia tidak melupakan pilar-pilar asasi dari dakwah itu; pembinaan masyarakat, bukan perekrutan politik masyarakat. Disana masih banyak yang tidak mengerti konsep Islam secara kaffah.
Kalau PKS kembali ke akar tarbiyah (seperti kata ustadz Rahmat Abdullah rahimahullah) , maka kita harus selalu ingat bahwa PKS berangkat dari tarbiyah, dari gerakan dakwah.Egoisme PKS..
Kritik terbesar bagi PKS dari harokah lain adalah sikap keegoisan PKS; seolah semua kebaikan dakwah adalah PKS yang melakukan (ini hasil interaksi ane dengan mereka, lho). Padahal, usaha mengishlah masyarakat tidak hanya dilakukan oleh PKS. Di sana ada HT, JT, WHB, dan DI yang detik ini berjuang menegakkan syariat Islam di Indonesia dengan manhaj dan strateginya masing-masing. Maka saatnya PKS berfikir untuk menyatukan semua potensi dan mengarahkanya menuju tujuan utama; tegaknya syariat. Meminjam istilah Anis Matta”PKS adalah matchmaker”bagi seluruh potensi yang ada di negeri ini, dan yang saya harapkan bagi seluruh harokah di negeri ini karena beban dakwah tidak mungkin dipikul PKS sendirian.Paradigma mau menang sendiri, mau dianggap pahlawan sendiri ini sudah saatnya dihapus dari kamus PKS.
Jika PKS mau mengubah paradigma ini, insyaallah Tegaknya Syariat sudah dekat, karena persatuan adalah kunci kemenangan.
Tuhan,
Ajarilah kami kembali ajaran tentang cinta.
Biar kami bisa kumpulkan lidi-lidi yang berserakan ini menjadi satu
(Muhammad Iqbal)
(124)