
Klasifikasi Harokah
Realita mengajarkan bahwa umat Islam sekarang telah terbelah dalam berbagai macam aliran dan harokah. Aliran mengacu pada konsep dan pemahaman, sedang Harokah lebih mengacu pada sistem dan aktivitas. Kalaupun ada jamaah, itu bukan jamaah Al-Islam (جماعة الإسلام) tapi jamaah min Al-Islam ( جماعة من الإسلام).
Kenyataannya, banyak harokah yang bertebaran menjadikan umat sulit membedakan, mana yang benar sesuai syarat Islam, mana yang menyimpang. Karennya, dibutuhkan suatu disiplin ilmu tersendiri yang membahas berbagai harokah sehingga bisa diklasifikasiakan antara kedua hal tersebut. Iniah mengapa dikatakan tidak sesimple yang ada. Klasifikasi adalah sesuatu hal yang ilmiah dalam dipsiplin ilmu. Dalam ilmu biologi pun, dikenal klasifikasi makhluk hidup dari kelas mamalia, insecta, crustachea, dll, meski sebenarnya mereka itu-itu juga: binatang.
Saya tertarik untuk membahas harokah karena bagian inilah yang aktif memperjuangkan tegaknya syariat Islam dengan metodologi yang berbeda. Menarik juga dipelajari perjalanan umat Islam hingga sampai pada tegaknya kembali khifaha ala minhajin nubuwwah.
Untuk membedakan kesemua harokah, ada dua parameter yang digunakan:
1. fiqh wahyu فقه الوحي
2. fiqh waqi’ فقه الوقيع
Fiqh wahyu akan menentukan mana harokah yang benar, mana yang salah. Landasan fiqh ini jelas yakni Al-quran dan As-Sunnah. Jadi, jika ada harokah atau gerakan yang dalam manhajnya bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunah maka sudah pasti salahnya. Karenanya saya bisa mengatakan bahwa HT, IM, Salafy, JT, DI adalah benar secara fiqh wahyu. Tidak ditemukanm penyimpangan dalam hal-hal yang mendasar (ushl) dalam kelimanya (lebih lanjut lihat muhammadzulifan. multiply. com). Sedang Ahmadiyah, NII KW IX, Islam wetu telu, Islam kejawen dll adalah salah, karena melanggar ketentuan Al-Quaran dan Sunnah.
Fiqh waqi’ akan menetukan “ketepatan” masing-masing harokah dalam metode dan strategi gerakannya. Dalam hal ini kita tidak bisa men-judge salah dan benar, karean masing punya ijtihad tersendiri terkait konteks tempat dan zaman. Sebagai pengamat harokah, mungkin saya bisa bilang HT lebihnya begini, kelemahannya begitu, IM kelebihannya begini , kekurangan begitu, dll. Namun saya tiadak pernah bilang bahwa salah satu banar dan yang lainnya salah. Bagi saya kelimanya punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Hanya jika kelimanya bersatu, Islam akan lebih kuat.
Dari sini saya berpendapat bahwa persatuan diantara lima haroakh ini lebih penting, namun tidak penting persatuan dengan aliran yang tidak sesuai dengan fiqh wahyi.
Selama jamaah Islam belum terbentuk, siapa yang punya ilmu hanya sebatas klaim dari masing-masing harokah karena seorng mufti haruslah diangkat oleh pemerintah yang sah. Jadi bila ditanya siapa yang punya ilmu, sipa yang tahu, jawanya bervariasi,dari masing-mangi harokah.
Dalam konteks Indonesia, MUI misalnya, meski mereka punyai ilmu tapi kekuatan ilmu hanya sebatas fatwa yang tidak bisa seperi putusan MK yang punya konsekuensi mengikat. Itulah mengapa sekarang susah untuk menentukannya. Meski MUI dan FUI bilang ahmadiyah sesat, tapi hal itu tidak bisa mengeksekusi. hanya pengadilan yang bisa.
Seputar isu Fundamentalis
Saya sepakat dengan pendapat Syaikh Naquib Al-Attas bahwa setiap kata-kata memiliki muatan konseptual dan sejarahnya sendiri. Tapi, saya tidak sepakat pada pandangan yang mengsimplifikasi istilah dalam bahasa Arab hanya terbatas pada istilah-istilah yang sempit saja (muslim, kafir, musyrik). Bahasa Arab adalah bahasa yang paling kaya akan istilah. Bila satu kata dalam bahasa asing tidak tepat, maka disana banyak istilah dalam bahasa Arab yang tersedia.
Kata fundamentalisme memang tidak tepat untuk dicangkokkan kepada terminologi Islam. Fundamentalisme adalah interpretasi harfiah terhadap kitab injil, serta sikap menentang mentah-mentah terhadap warna intrepretasi lain apapun terhadap teks-teks ini. Fundamentalisme adalah gerakan kristen protestan yang tumbuh di Amerika pada abad 19 M dari kalangan Messianik yang meyakini kembalinya Kristus secara fisik ke dunia sekali lagi untuk memerintah dunia selaa seribu tahun.[1]
Bukan Fundamentalis, Tapi Al-Ashl (Original)
Islam secara etimologis maupun terminologis tidak mengenal kata fundamentalisme. Yang ada adalah kata “Al-Ashl” (الأصل) yang berarti bagian paling dasar dari sesuatu dan hitungan. Bentuk jamaknya adalah ushul (أصول), seperti dalam Firman Allah:
مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ
“Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.”
Jika dikatakan : Pendapat mendasar (رأي الأصل) berarti pendapat yang mempunyai landasan argumen. Jadi kata ashl (أصل) juga memberi pengertian dasar atau pokok atau pangkal:
إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ
“Sesungguhnya Dia adalah sebatang pohon yang ke luar dan dasar neraka yang menyala.”
Disamping itu, Ashl juga memberi arti akar:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,”
Kata al-ashl digunakan untuk hukum, atau kaidah yang cocok dan bersesuaian dengan masalah partikular. Hal ini sesuai kaidah ushul fiqh:
الأصل في الأشياء الإباحة
“Pada dasarnya segala sesuatu itu boleh dan suci.”
Dari sini dapt disimpulkan bahwa makna fundamentalis yang dianut barat mengacu pada sikap kolot yang mmeperlakuan teks secara harfiah. Hal ini akan menjadi masalah karena teks bibel satu sama lain saling bertentangan.
Sedangkan Islam mengajrkan kemurnian “ashalah” yang menuntut umatnya kembali pada nash al-Quran, karena Al-quran bebas dari pertentagan.
Islam (baca: jamah min Al-Islam) yang Ashl/ Asholah أصالة adalah Islam yang berlandaskan pokok-pokok kaidah Islam, sedang yang keluar dari pokoknya adalah Islam yang palsu/bajakan.
Padananan kata Ashl/ asholah dalam bahasa Inggris adalah original. Seperti kita ketahui, dalam teori penerjemahan kata-kata yang di translet tidaklah sama , tapi yang dicari adalah kata yang sepadan sepadan.
Harokah bukan menyempitkan atau meluaskan Istilah Islam
Kata Islam adalah bentuk masdar/ infinitif dari konsonan trilateral س–ل–م. Ia mengikuti pola IV bahasa Arab. Derivasinya sebagai berikut:
إِسْلاَمًا مُسْلَمٌ مُسْلِمٌ يُسْلَمُ اَسْلَمَ أَسْلِمْ يُسْلِمْ يُسْلِمَ يُسْلِمُ اَسْلَمَ
Selanjutnya, benar bahwa Islam adalah bangunan yang utuh; tidak bisa disempitkan atau diluaskannya. Tapi itu adalah Islam dalam konteks jama’atul Islam bukan konteks jamaah min islam. Dalam konteks jamaah min Al-Islam, perlu difinisi lebih lanjut.
Islam Ibarat Bangunan yang satu unsur, adalah Islam sebagai konsep “dien”. Tapi Islam sebagai bangunan jamaah adalah bangunan yang terdiri dari banyak unsur, ia terdiri dari ratusan bahkan ribuan senyawa nantinya ; HT, IM, Salafi, JT, NU, Muhamamdiyah, Persis, Al-Irsyad, FPI, dll.
Hal ini tercermin dalam hadits Nabi :
المسلم لآخر مسلم كالبنيان الواحد يشد بعضه بعضا
“Perumpamaan orang muslim satu dengan lainnya adalah seperti bangunan, yang satu sama lain saling menopang (HR. Muslim).
Tentunya, masing-masing unsur itu punya karakteristik yang berbeda, karena mereka mampunyai manhaj dan strategi yang tidak sama. Bukan kita meluaskan atau menyempitkan Islam, tapi kita ingin berlaku adil dengan tidak menyamaratakan masing-masing harokah.
[1] Dr. Muhammad Imarah, “Perang Terminologi Islam Versus Barat” (Jakarta: Rabbabi Press, 1998) , hal. 68.(320)