Mencari Ujung Batas Konflik Suriah
Oleh: Muhammad Zulifan(Peneliti, Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam-UI)
d
Suriah makin memanas. Empat setengah tahun sudah, namun konflik masih enggan menampakkan ujungnya. Hingga kini, lebih dari 11 juta orang telah dipaksa meninggalkan rumah mereka. Sebagian besar mengungsi ke negara-negara Eropa. Sebagian pengungsi selamat mencapai daratan, sementara sebagian lain tenggelam di laut Mediterania.
Ikut campurnya dua kekuatan raksasa dunia (AS dan Rusia), ditambah sentimen sunni-syiah menjadikan konflik makin runyam.
Kini setidaknya muncul dua blok di Suriah; Iran dengan dukungan kekutan raksasa Rusia serta sekutu ideologi Hizbullah Lebanon. Kedua, Arab Saudi, Turki, Qatar dan negara-negara Arab di bawah back up AS, Inggris dan Perancis.
Awal Konflik Bermula
Mengikuti angin segar musim semi Arab, Protes pro-demokrasi meletus pada Maret 2011 di kota selatan Dera. Demonstrasi dipicu oleh penangkapan dan penyiksaan beberapa remaja yang menggambar slogan-slogan revolusioner di dinding sekolah. Pasukan keamanan menembaki demonstran dan menewaskan beberapa orang hingga memicu lebih banyak lagi massa turun ke jalan.
Kerusuhan memicu protes nasional menuntut pengunduran diri Presiden Assad. Pendekatan kekerasan yang dilakukan Assad kepada para demonstran menambah massif gerak demonstran. Pada Juli 2011, ratusan ribu orang turun ke jalan di seluruh negeri.

Pendukung oposisi akhirnya mulai mengangkat senjata, pertama untuk mempertahankan diri dan kemudian mengusir pasukan keamanan dari daerah mereka.
Kekerasan meningkat menjadi perang saudara saat pasukan pemberontak dibentuk melawan pasukan pemerintah untuk menguasai kota-kota dan pedesaan. Pertempuran mencapai ibukota Damaskus dan kota kedua Aleppo pada tahun 2012.
Pada bulan Juni 2013, PBB mengatakan 90.000 orang telah tewas dalam konflik. Pada Agustus 2014 angka itu berlipat dua kali menjadi 191.000. Pada Agustus 2015, angka korban menacapai 250.000 menurut PBB.
Peta Konflik
Konflik kini tidak lagi sekedar pertempuran antara kubu pro atau anti presiden Assad, namun telah berubah menjadi konflik sektarian.
Konflik telah membawa kelompok Sunni sebagai mayoritas di negara itu untuk melawan presiden Syiah Alawit. Isu Sunni-syiah kemudian cepat berhembus dan menarik negara-negara tetangga dan kekuatan dunia ikut turun tangan.
Konflik berkepanjangan membuat Suriah terbagi menjadi empat wilayah yang masing-masing dikontrol empat kekuatan. Empat kekuatan tersebut adalah rezim Suriah, faksi-faksi oposisi Suriah, milisi Kurdi dan ISIS.

Pertama, rezim Suriah dengan wilayah kekuasaan di sebagian besar Suriah Barat. Mayoritas provinsi Latakia juga dikenal sebagai basis pendukung Bashar Asad.
Rezim juga masih mengontrol mayoritas provinsi Hama, sebagian Homs barat, ibukota Damaskus dan pedesaannya, provinsi Suwaida dan sekitar sepertiga provinsi Daraa.
Kedua, faksi oposisi Suriah. Mereka mengontrol wilayah yang luas di timur kota Aleppo. Pejuang masih merebutkan wilayah dengan rezim di sejumlah daerah di dalam Aleppo, termasuk di kota Nubul dan Zahra yang dihuni mayoritas Syiah pro rezim Bashar Assad.
Di provinsi Idlib, hampir seluruhnya provinsi itu dikontrol pejuang Suriah. Hanya ada dua kota di kota itu yang belum dibebaskan, yaitu kota Kufreya dan Al-Fu’ah yang dihuni Syiah.
Ketiga ISIS, mereka mengontrol sejumlah wilayah di pedesaan Aleppo. Mereka menduduki antara sekitar kota Marik dan ‘Azaz di dekat perbatasan Turki. Dan juga di kota Manbaj, Al-Bab dan Jarabis. Saat ini mereka masih terlibat pertempuran dengan faksi oposisi di sejumlah titik di wilayah itu.
Wilayah kontrol ISIS juga menyebar luas di wilayah lembah Syam di pusat dan timur Suriah. Titik utama mereka berada di provinsi Raqqah dan Dier Zour. Sementara di kota Tadmir dan sekitarnya di pedesaan Homs Timur serta di sejumlah daerah di provinsi Hasakah, mereka masih memperebutkan wilayah dengan Kurdi.
Keempat, milisi Kurdi. Kurdi diperkirakan hampir mengontrol mayoritas Suriah utara mulai dari provinsi Hasakah hingga Aleppo Timur, ditambah daerah Ifrin di timur laut Suriah.
Perang Proxy
Pemberontakan Musim Semi Arab melawan penguasa otoriter Assad telah berkembang menjadi perang proxy yang menjadi persaingan kekuatan regional dan dunia.
Iran dan Rusia telah mendukung pemerintah Alawit yang dipimpin Presiden Assad dan secara bertahap meningkatkan dukungan mereka.
BBC melansir laporan yang menyebutkan Teheran menghabiskan miliaran dolar setahun untuk mem-back up Assad, menyediakan penasihat militer dan sokongan senjata, serta jalur penyaluran minyak.

Pada bulan September 2015, Rusia meluncurkan serangan udara terhadap Oposisi. Moskow mengatakan pihaknya hanya menargetkan teroris ISIS, tapi nyatanya serangan banyak mengenai Oposisi dan warga sipil yang didukung Barat.
Pemerintah Suriah juga telah menikmati dukungan dari gerakan Hizbullah Lebanon yang berideologi Syiah.
Sementara itu, Oposisi yang didominasi Sunni telah menarik berbagai kekuatasn dari pendukung utamanya – Turki, Arab Saudi, Qatar dan negara-negara Arab lainnya bersama dengan AS, Inggris dan Perancis. Namun, munculnya pemberontak Islam garis keras dan kedatangan jihadis dari seluruh dunia telah menyebabkan melemahnya dukungan Barat.

AS melakukan program pelatihan dan mempersenjatai 5.000 pemberontak Suriah untuk melakukan perlawanan kepada ISIS.
Masuknya Para Jihadis
Perbedaan ideologi antara rakyat suriah yang mayoritas Sunni dengan Rezim Assad yang merupakan Syiah memicu gejolak lbeih dalam. Rezim Asad yang berkuasa—dari Hafizh hingga Basyar— dikenal sebagai pemerintahan tangan besi dan tidak segan berlaku kejam bagi penentangnya.
Rakyat yang terdzalimi dan merasa tidak aman, membutuhkan pembelaan. Moment ini dimanfaatkan para jihadis baik dari internal maupun luar Suriah masuk ke wilayah konflik. Berlakulah teori simbiosis mutualisme dimana rakyat yang butuh rasa aman bertemu dengan para jihadis yang mau memlindungi mereka dari kejahatan rezim Assad. Rakyat akan merelakan wilayahnya “diduduki” jihadis.
Bagi para jihadis, Suriah sangat strategis karena berbatasan langsung dengan Israel juga sebagian daerahnya berkontur pegunungan yang dapat digunakan untuk berlindung dari serangan udara. Selain itu, alam Suriah yang subur menjamin ketersediaan logistic tetap stabil meski diembargo dari luar.

Dari segi historis, Suriah adalah termasuk daerah Syam, yang oleh Nabi Muhammad SAW disebut sebagai benteng terakhir umat Islam di akhir zaman. Dari situlah akan muncul pasukan pembela Islam. Dari Syam pula, sabda Nabi SAW pada kesempatan lain, akan muncul Imam Mahdi. Selain itu, dalam beberapa riwayat beliau SAW menyebut-nyebut keistimewaan negeri Syam sekaligus mendoakannya. Sebagian jihadis menyakini Suriah menjadi cikal bakal Khilafah Islamiyah.
Disamping itu, dalam hadits juga disebut Suriah sebagai basis pertahanan tentara Islam di akhir zaman.
Pemberontakan bersenjata telah berkembang secara signifikan sejak awal. Moderat sekuler sekarang kalah banyak dengan Islam dan jihad, yang taktik brutal telah menyebabkan kekhawatiran yang meluas dan memicu pertikaian pemberontak.
Dengan memanfaatkan kekacauan di wilayah tersebut, ISIS – kelompok ekstremis yang tumbuh dari al-Qaeda di Irak – telah menguasai banyak wilayah besar wilayah di utara dan timur Suriah, serta negara tetangga Irak. Banyak pejuang asing di Suriah kini terlibat dalam “perang dalam perang”, memerangi pemberontak dan jihad dari Front Nusra yang berafilisai al-Qaeda serta pasukan Kurdi dan pemerintah.
Pada bulan September 2014, koalisi pimpinan AS melancarkan serangan udara di dalam wilayah Suriah dalam upaya untuk “menurunkan dan akhirnya menghancurkan” ISIS, membantu Kurdi mengusir serangan besar di kota utara Kobane. Namun koalisi telah menghindari serangan yang mungkin menguntungkan pasukan Assad atau intervensi dalam pertempuran antara mereka dan para pemberontak.
Di arena politik, kelompok oposisi juga terpecah. Yang paling menonjol adalah Koalisi Nasional untuk Revolusi Suriah dan Pasukan Oposisi yang didukung oleh beberapa negara-negara Barat dan Arab Teluk. Namun, koalisi memiliki sedikit pengaruh pada tanah di Suriah dan keutamaan yang ditolak oleh kelompok lain, meninggalkan negara itu tanpa alternatif meyakinkan kepada pemerintah Assad.

Nampaknya, hanya solusi politik bisa mengakhiri konflik di Suriah. Sejumlah upaya oleh Liga Arab dan PBB untuk menengahi gencatan senjata dan memulai dialog telah gagal.
Krisis Kemanusiaan
Lebih dari empat juta orang telah melarikan diri dari Suriah sejak awal konflik, kebanyakan dari mereka perempuan dan anak-anak. Ini adalah salah satu eksodus pengungsi terbesar dalam sejarah. Negara tetangga telah menanggung beban krisis pengungsi seperti Lebanon, Yordania dan Turki. Tahun 2013 terjadi eksodus besar-besaran pengungsi Suriah.
7,6 juta warga Suriah mengungsi kemudian, sehingga total jumlah terpaksa meninggalkan rumah mereka lebih dari 11 juta – setengah populasi negara itu. PBB memperkirakan 12,2 juta warga membutuhkan bantuan kemanusiaan di dalam wilayah Suriah, termasuk 5,6 juta anak-anak.
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh PBB Maret 2015 mengatakan bahwa empat dari setiap lima Suriah sekarang hidup dalam kemiskinan. Pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial Suriah juga dalam keadaan runtuh.

Rezim Assad makin kalap. Lebih dari 6.000 warga sipil telah tewas oleh bom barel yang dijatuhkan oleh pesawat pemerintah di wilayah yang dikuasai pemberontak.
Pada Agustus 2013 ratusan orang tewas setelah roket berisi gas sarin ditembakkan di beberapa kabupaten pertanian di sekitar Damaskus. Negara-negara Barat mengatakan bahwa serangan itu hanya bisa dilakukan oleh pemerintah Suriah. Di sisi lain, rezim Suriah dan sekutunya Rusia menyalahkan pemberontak.
Ujung Batas Konflik
Konflik suriah begitu kompleksnya. Seakan semua aktor dunia bertemu di satu panggung. Amat sulit menebak kesudahan konflik Suriah. Lebih-lebih melihat perimbangan kekuatan kedua kubu yang sama-sama didukung raksasa Kekuatan dunia (AS dan Rusia).
Korban terus berjatuhan dan pengungsi makin tak pasti nasibnya. Sebenarnya kita berharap pada badan dunia seperti PBB, namun pengalaman selama ini berbicara bahwa badan dunia itu masih setengah-setengah dalam bertindak.
Lebih baik kita fokus memberi bantuan kepada masyarakat Suriah lebih-lebih mereka yang menjadi korban pengungsi, mendorong negara-negara Islam lebih peduli pada nasib saudara mereka di Suriah serta menggalang perundingan damai antar kekuatan.
Dan sepertinya, konflik Suriah akan sangat panjang. Diperlukan stamina untuk mengamatinya, lebih-lebih mereka yang terlibat langsung di dalamnya.
(3870)
[…] Lebih lanjut tentang Pembahasan Konflik Suriah bisa Anda simak di link berikut: Mencari Ujung Batas Konflik Suriah […]