Oleh: H. Ahmad Zamroni, SS., M.Pd., MA.
(Kandidat Doktor, Universitas Islam Negeri Malang )
lk;jk
Tanggal 17 Agustus diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Masyarakat merayakannya dengan berbagai kegiatan, salah satunya adalah upacara bendera dimana di dalamnya terdapat kegiatan hormat bendera. Lalu, bagaimana hukum hormat bendera dalam pandangan Islam?
Hukum hormat bendera termasuk sesuatu yang tidak dibahas secara eksplisit di dua sumber hukum Islam Al-Quran dan al-hadits mengingat upacara bendera itu dulu tidak umum dulakukan. Sebagian ulama mengambil dalil dari kedua sumber yang kira-kira agak relevan dengan masalah ini. Karena itu, terjadi perbedaan pendapat dalam soal hukum menghormati bendera seperti diurai di bawah.
Pendapat yang Membolehkan Hormat Bendera
Syekh Athiyah Shaqar, mantan ketua majelis Fatwa Al-Azhar Mesir mengatakan bahwa hormat bendera diperbolehkan karena bukan ibadah.
فتحية العلم بالنشيد أو الإشارة باليد في وضع معين إشعار بالولاء للوطن والالتفاف حول قيادته والحرص على حمايته، وذلك لا يدخل فى مفهوم العبادة له، فليس فيها صلاة ولا ذكر حتى يقال : إنها بدعة أو تقرب إلى غير الله
Artinya: “Menghormati bendera dengan lagu atau isyarat tangan dalam situasi tertentu itu menunjukkan kesetiaan pada tanah air, berkumpul di bawah kepemimpinannya, dan komitmen untuk mendukungnya. Sikap itu tidak masuk dalam pengertian ibadah kepada bendera itu. Penghormatan bendera bukanlah shalat atau dzikir sampai ada yang bilang itu bid’ah atau ibadah pada selain Allah.“
Abdurrahman Syaiban, ketua Majelis Ulama Al-Jazair (جمعية العلماء المسلمين الجزائريين) tahun 1999-2001 , mengatakan bahwa berdiri saat dinyanyikan lagu kebangsaan atau hormat bendera tidak bertentangan dengan syariah dan aqidah karena tidak ada nash (dalil Quran hadits) yang mengharamkannya.
Abudurrahman Syaiban berkata:
أن القول بعدم جواز الاستماع إلى النشيد الوطني أو الوقوف له أمر غير مؤسس دينيا، وليس هناك أي نص يحرمه أو يكرهه، بل على عكس ذلك، هو أمر محبب، لأن ديننا الحنيف أكد أن ”حب الوطن من الإيمان” والعلم والنشيد والراية وونياشين هي علامات رمزية واصطلاحات حياتية لا علاقة لها بالشرع
Artinya: “Pendapat tidak bolehnya mendengarkan lagu kebangsaan atau berdiri saat dinyanyikan tidak memiliki dasar syariah. Tidak ada dalil apapun yang mengharamkan atau memakruhkannya. Justru sebaliknya: itu perkara yang dianjurkan. Karena, agama Islam menyatakan bahwa “Cinta tanah air itu bagian dari iman.” Sedangkan lagu dan bendera itu adalah tanda dan simbol kehidupan yang tidak ada kaitannya dengan syariah.“
Pendapat yang Mengharamkan Hormat Bendera
Adapun pendapat yang mengharamkan berdiri untuk hormat bendera atau berdiri saat lagu kebangsaan dinyanyikan umumnya berasal dari para ulama Arab Saudi, berikut rinciannya:
1. Menghormat Bendera Adalah Bidah Haram.
Fatwa Lajnah Daimah wal Ifta’ Arab Saudi No. 5963 menyatakan bahwa hukum hormat bendera itu tidak boleh karena bid’ah dan bid’ah itu haram. Sedangkan menghormat pada atasan atau pejabat itu boleh asal tidak berlebihan. Kalau berlebihan tidak boleh.[3]
Tim fatwa: Abdullah bin Baz, Abdur Rozzaq Afifi, Abdullah bin Ghadyan, Abdullah bin Qu’ud. Teks asal:
لا تجوز تحية العلم بل هي بدعة محدثة ، وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم : ” مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ ” [ البخاري (2697) ، ومسلم (1718) ] ، وأما تعظيم الضباط باحترامهم وإنزالهم منازلهم فجائز أما الغلو في ذلك فممنوع سواء كانوا ضباطا أم غير ضباط
2. Berdiri dan Hormat Bendera dan Berdiri Saat Lagu Kebangsaan Dinyanyikan.
Fatwa Lajnah Daimah wal Ifta’ Arab Saudi no. 2123 menyatakan bahwa seorang muslim tidak boleh berdiri untuk hormat bendera atau salam kebangsaan. Itu adalah bid’ah munkarah yang tidak ada pada zaman Nabi, masa Khalifah yang empat. Itu dapat menghilangkan kesempurnaan tauhid yang wajib dan keikhlasan memuliakan Allah dan menimbulkan syirik dan menyerupai orang kafir serta meniru mereka dalam tradisinya yang buruk dan berlebihan dalam menghormati penguasa. Padahal Rasulullah sudah melarang meniru dan menyerupai orang kafir.
Teks asal:
لا يجوز للمسلم القيام إعظاما لأي علم وطني أو سلام وطني بل هو من البدع المنكرة التي لم تكن في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ولا في عهد خلفائه الراشدين رضي الله عنهم ، وهي منافية لكمال التوحيد الواجب ، وإخلاص التعظيم لله وحده ، وذريعة إلى الشرك ، وفيها مشابهة للكفار وتقليد لهم في عاداتهم القبيحة ومجاراة لهم في غلوهم في رؤوسائهم ومراسيمهم ، وقد نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن مشابهتهم أو التشبه بهم وبالله التوفيق
3. Berdiri di Depan Bendera Adalah Tasyabuh.
Muhammad Nashiruddin Al-Albani ulama ahli hadits-nya Wahabi menyatakan bahwa berdiri di depan bendera itu termasuk meniru (taklid) bangsa Eropa yang kafir. Padahal kita sudah dilarang dengan larangan umum dan khusus (untuk tidak meniru mereka). Dan tidak boleh bagi negara muslim manapun untuk meniru tradisi kafir.[5]
هذه -لا شك- من التقاليد الأوروبية الكافرة، وقد نهينا عن تقليدهم بمناهي عامة وخاصة، ولا يجوز لأي دولة مسلمة حقاً أن تتبنى شيئاً من تقاليد الكفار
4. Pengibaran dan Penghormatan Bendera Serta Bediri dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan.
Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, salah satu tokoh terkemuka ulama Arab Saudi, dalam fatwanya menyatakan bahwa hal itu merupakan perbuatan maksiat (dosa) yang pasti. … Apabila mungkin jangan diikuti perintah atas yang menyuruh melakukan itu.
Teks asal:
هذه معصية بلا شك ، والنبي صلى الله عليه وسلم يقول : ( لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق ) فإذا أمكنكم تتخلص منها ولا تحضرها فافعل
Namun walau begitu, Syaikh Abdul Muhsin bin Nashir Alu Ubaikan (seorang ulama di Kerajaan Saudi Arabia) berkata tidak tepat menghukumi berdiri dan hormat bendera sebagai suatu kebid’ahan. Dengan berargumen bahwa bendera itu pada asalnya adalah benda yang dikerubungi oleh pasukan perang dan peperangan dilakukan di bawah kibarannya.
Jadi bendera perang adalah simbol tegaknya kepemimpian seorang panglima perang sehingga jatuhnya bendera perang bermakna kalah perang. Di zaman ini bendera itu menjadi simbol negara yang dikibarkan di berbagai momentum. Dengan menghormati bendera berarti menghormati kepemimpinan negara. Tidaklah menghormati kain yang menjadi bahan pembuatan bendera namun menghormati negara yang bendera adalah simbolnya.
Dengan mengkaji ‘illah atau sebab hukum yang bisa dijadikan sebagai landasan penilaian dalam masalah ini sangatlah jelas bahwa orang yang memberikan penghormatan terhadap bendera tidaklah bermaksud untuk mensyirikkan Allah SWT SWT. Namun maksud penghormatan bendera adalah penghormatan terhadap negara dan simbol negara.
Suatu hal yang sudah kita ketahui bersama, dalam hukum syariat penghormatan terhadap makhluk itu jika tidak semisal dengan penghormatan terhadap Allah hukumnya boleh. Dalilnya saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkirim surat kepada Heraklius dalam suratnya Nabi mengatakan, “Dari Muhammad utusan Allah untuk Heraklius seorang yang dihormati oleh bangsa Romawi”. Ketika Saad bin Muadz datang untuk menjatuhkan hukuman kepada Bani Quraizhah Nabi bersabda, “Berdirilah kalian-wahai para anshar-untuk pemimpin kalian”.
Berdiri untuk menghormati orang yang datang adalah penghormatan biasa, bukan penghormatan dengan level penghambaan. Sehingga berdiri tersebut tidaklah sampai level pengagungan sebagaimana pengagungan kepada Allah. Penghormatan semisal ini hukumnya boleh diberikan kepada makhluk sebagaimana dalil-dalil di atas”.
Text fatwa:
فإن من النوازل التي تحتاج إلى فقه دقيق هي ما ظهر في هذا الزمن من مسألة تتعلق باحترام الدولة ونظامها وتعظيم رمزها ألا وهي تحية العلم , والمقصود القيام تعظيماً للعلم وقد تكلم البعض في هذه المسألة من غير تأصيل ولا تكييف فقهي فأصدروا أحكاماً لها لا تتوافق مع الواقع المحسوس ولا مع ما يقصده من يأتي بالتحية وإذا نظرنا إلى أن العلم أو اللواء في الأصل هو ما تلتف حوله الجيوش وتخاض تحته الحروب فكان رمزاً للقيادة وبسقوطه تحصل الهزيمة , وفي هذا الزمن أصبح العلم هو شعار الدولة فيرفع في المناسبات ويحصل بتعظيمه تعظيم القيادة , وإذا نظرنا إلى حال الذين يقومون بتحية العلم وجدنا أنهم لا يعظمون نوع القماش الذي صنع منه العلم وإنما يعظمون ما هو شعار له, فمن قال من العلماء إن تحية العلم بدعة فإنه يلزم من حكمه أن يكون المحيي للعلم متعبداً لله عز وجل بهذه الوسيلة التي هي تحية العلم وهذا معنى البدعة في الشريعة ولا نجد أحداً يقصد بالتحية هذا المعنى , ولو قال قائل إنه بهذه التحية يعظم نفس العلم تعظيم عبادة فهذا ولا شك شرك بالله عز وجل لا نعلم أحداً فعله, وبتحقيق المناط يتضح جلياً أن الذي يحيي العلم لا يقصد ما تقدم ذكره وإنما يقصد تعظيم الدولة ورمزها ,وبالنسبة لعلم المملكة العربية السعودية فهو يحوي كلمة التوحيد والتي يجب تعظيمها من كل مسلم , ومن المعلوم شرعاً أن تعظيم المخلوق إذا لم يكن من باب تعظيم الخالق عز وجل فهو جائز كما فعل صلى الله عليه وسلم عندما كتب إلى هرقل فقال( من محمد رسول الله إلى هرقل عظيم الروم) , وقال عندما أقبل سعد بن معاذ رضي الله عنه ليقضي في بني قريظة (قوموا إلى سيدكم) و(القيام تعظيم للقادم تعظيم عادة لا تعظيم عبادة) فهو لا يرتقي إلى درجة تعظيم الخالق وهذا سائغ في حق المخلوق كما جاءت به الأدلة والله أعلم وصلى الله وسلم على نبينا محمد وآله وصحبه .
Kesimpulan
Menghormati bendera, berdiri di depan bendera, berdiri saat menyanyikan lagu kebangsaan adalah masalah duniawi dan bukan ibadah. Karena itu, melakukannya bukanlah bid’ah karena bid’ah itu kaitannya dengan ibadah. Hukum hormat bendera juga bukan syirik karena syirik itu kaitannya dengan penuhanan bukan penghormatan.
———

(549)