“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”(QS. Al-Maidah :32)
Al-Quran secara lugas menggariskan bahwa membunuh seorang manusia berarti telah membunuh kemanusian seluruhnya. Sebaliknya menyelamatkan nyawa satu manusia berarti menyelamatkan kemanusiaan seluruhnya. Prinsip ini sejalan dengan tujuan pokok ajaran Islam (maqashid syariah) yakni untuk menjaga dan memelihara hak manusia yang paling mendasar yakni hak hidup (hifdzu nafs), disamping hak beragama (hifdzu dien), hak memelihara akal (hifdzu ‘aql), memelihara keluarga (hifdzu nasl) serta memelihara kepemilikan (hifdzu mal).
Karenanya tidaklah aneh bila Islam mengecam berbagai bentuk tindak kekerasan yang dilakukan kepada seorang manusia (muslim maupun non muslim), hingga Islam menganggap itu sebagai kezaliman yang dilakukan kepada kemanusiaan secara keseluruhan. Dalam konteks perang, Islam mengajarkan prinsip pembedaan (principle of distintion) antara tentara (combatan) dan warga sipil (non combatan). Segala bentuk konflik militer dibatasi hanya pada combatan. Prinsip ini ditegaskan dalam Al-Quran bahwa sasaran perang bagi pasukan Muslim adalah mereka yang berbuat dzalim karena telah memerangi.
“Oleh sebab itu, barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu”. (QS. Al-Baqarah: 194)
Adapun terhadap warga sipil non-combatan (wanita dan anak-anak, pelayan, orang tua dan manula, agamawan, dan tawanan perang) kesemuanya wajib dilindungi. Termasuk fasilitas-fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, hingga pepohonan dilarang untuk ditebang. Khalifah Abu Bakar sendiri sempat menasehati komandan pasukan yang akan berangkat ke Syam:
“Biarkanlah mereka atas apa yang diakuinya (biarawan Nasrani). Aku menasihatimu sepuluh hal: Jangan membunuh para wanita atau anak-anak atau orang tua yang lemah. Jangan menebang pohon yang menghasilkan buah, jangan membunuh kambing atau unta kecuali untuk makanan. Jangan membakar rumah dan porak-morandakannya. Jangan mencuri barang rampasan perang, dan jangan bersikap pengecut.” (Al-Muwattha, Imam Malik).
Jelas sudah, membunuh warga sipil yang tidak berdosa adalah tindakan terlarang dalam Islam. Termasuk dalam hal ini penembakan terhadap redaksi majalah Charlie Hebdo yang baru-baru ini terjadi di Prancis. Jika alasannya karena majalah itu menghina Nabi, maka yang bisa memberikan vonis salah beserta bentuk penyikapannya adalah Lembaga-lembaga ulama dunia sebagai representasi suara Islam mayoritas. Lembaga Fatwa Internasional telah sepakat mengutuk berbagai tindakan teror yang menjadikan warga sipil sebagai sasaran penyerangan, misalnya pembajakan pesawat sipil, pengeboman objek wisata, gedung sipil, dan aksi-aksi terror serupa.
(100)