Lebanon, negara di Timur Tengah bekas tanah peradaban kuno Phoenicia perlahan tenggelam karena buruknya pengelolaan serta ketidakjujuran pemerintah dalam mengelola negara. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan pemerintah mengontrol angka inflasi Lebanon yang menyentuh 85.45% dan lonjakan angka kemiskinan sebesar 55% setelah terjadinya ledakan. Datang dikala pandemik, ledakan yang merusak setidaknya empat rumah sakit, menimbulkan pertanyaan baru mengenai kemampuan sektor kesehatan Lebanon dalam menyusun strategi di kala pandemik. Pemerintah Lebanon harus menelan pahitnya fakta bahwa negaranya berada diambang kehancuran.
Sudah 7 bulan sejak insiden ledakan amonium nitrat sebesar 2750 ton yang tersimpan di gudang dekat pelabuhan Beirut sejak 2013 dan menewaskan 200 orang serta 300.000 warga kehilangan rumah, namun pemerintah Lebanon terus memperlambat usaha-usaha mencapai hasil investigasi yang utuh. Pada bulan Februari, pengadilan Lebanon mencopot ketua hakim, Hakim Fadi Sawan, setelah mendakwa tiga mantan menteri dan perdana menteri atas kelalaian yang menyababkan ledakan. Hal ini didasari pada fakta bahwa perdana menteri menerima surat pemindahan 2750 ton amonium nitrat pada 20 Juli dan dikirim ke Dewan Pertahanan Tertinggi untuk meminta nasihat dalam waktu 48 jam. Namun, amonium sebanyak itu tidak juga dipindahkan hingga meledak.
Selain itu, tuntutan rakyat atas reformasi pembentukan pemerintahan yang baru masih menjadi pergulatan yang belum juga usai. Sehari setelah ledakan, perdana menteri Lebanon, Hassan Diab, mengundurkan diri dari jabatannya. Sebulan kemudian, beliau digantikan oleh Mustapha Adib yang memiliki tugas besar untuk merombak peta pemerintahan Lebanon. Adib mendapat sejumlah tekanan dari Hezbollah dan Amal yang menuntut agar perwakilan dari kedua partai tersebut ada di dalam parlemen dan kabinet yang baru. Sementara itu, Adib berpendapat bahwa pembentukan kabinet yang bersifat tenokrat dapat memulihkan kondisi politik sektarian di Lebanon. Akhirnya, tak mampu membendung tekanan banyak kepentingan, Adib mengundurkan diri dari jabatannya dan digantikan oleh Saad al-Hariri.
Di negara yang sudah bangkrut dengan total kerugian sistem perbankan melebihi $100 miliar, Beirut harus menanggung $15 miliar tambahan untuk membangun kembali kotanya. IMF sangat berat melepas bantuan untuk Lebanon jika negaranya belum melakukan perombakan pemerintah karena hezbollah masih menguasai sektor pemerintahan Lebanon dan kelompok ini telah ditetapkan sebagai kelompok teroris. Konsekuensi langsung dari kontrol politik Hezbollah adalah bahwa sistem keuangan Lebanon sarat dengan korupsi, pencucian uang, penyelundupan narkoba, dan keuangan gelap lainnya.
Pengawasan yang lalai, pengabaian kesejahteraan rakyat, serta sikap ketidakterbukaan pemerintah merupakan serangkaian masalah yang berakar pada satu hal, yaitu pemerintahan yang korup. Lebanon, seakan dapat melihat kematiannya.
(76)